Jumat, 20 Maret 2015

Faktor yang Mempengaruhi Pengembangan Kurikulum (Psikologis, Sosiologis, Politis, dan Kultural)



TUGAS KELOMPOK
Faktor yang Mempengaruhi Pengembangan Kurikulum (Psikologis, Sosiologis, Politis, dan Kultural)
Makalah Ini Diajukan Guna Memenuhi
Salah Satu Tugas Mata Kuliah Pengembangan Kurikulum PAI
Dosen Pengampu : Zaenal Arifin, M.S.I.

 







Disusun Oleh :
Adib                            : 1310110142
Koridatul Jannah         : 1310110143
Dimas Abdul Rauf      : 1310110145
                                   

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI KUDUS
TARBIYAH / PAI
Oktober 2014
BAB I
PENDAHULUAN
A.      Latar Belakang
Pengembangan kurikulum merupakan proses untuk melakukan inovasi atau elaborasi dalam proses pendidikan dan pmbelajaran. Inovasi itu dapat dilakukan dalam hal materi, sarana, dan suasana pengelolaan lembaga pendidikan.
Adanya kurikulum yang selama kurun waktu mulai berkembang dan berubah, menjadikan semua yang terlibat dalam pendidikan merasa tertekan untuk selalu mengikuti pengembangan kurikulum yang ada. Adanya pengembangan kurikulum pasti ada faktor yang mendasarinya di antaranya faktor psikologis, sosiologis, politis, dan kultural. Kurikulum yang ada selama ini belum membumi di kalangan pendidik maupun peserta didik dan hanya diikuti oleh beberapa lembaga pendidikan yang memang sudah lengkap akan sarana dan prasarananya.
Maka dalam makalah ini akan dibahas tentang “Faktor yang Mempengaruhi Pengembangan Kurikulum (Psikologis, Sosiologis, Politis, dan Kultural)” secara jelas guna mempermudah pemahaman kita.

B.       Rumusan Masalah
1.      Bagaimana faktor psikologis, sosiologis, politis, dan kultural dapat mempengaruhi pengembangan kurikulum?
2.      Bagaimana menyikapi faktor-faktor yang memepengaruhi pengembangan kurikulum?

C.      Tujuan
1.      Mengetahui faktor psikologis, sosiologis, politis, dan kultural dapat mempengaruhi pengembangan kurikulum
2.      Mengetahui dalam menyikapi faktor-faktor yang memepengaruhi pengembangan kurikulum

BAB II
PEMBAHASAN
A.      Faktor Psikologis yang Mempengaruhi Pengembangan Kurikulum
Manusia berbeda dengan mkhluk lainnya, karena kondisi psikologisnya. Berkat kemampuan-kemapuan psikologis yang lebih tinggi dan kompleks inilah sesungguhnya manusia menjadi lebih maju, lebih banyak memiliki kecakapan, pengetahuan, dan keterampilan dibandingkan dengan  binatang.
Karakteristik perilaku individu pada tahap-tahap perkembangan, serta pola-pola perkembangan individu menjadi kajian psikologi perkembanagan. Perkembangan atau kemajuan-kemajuan yang dialami anak sebagian besar terjadi karena usaha belajar, baik berlangsung melalui proses peniruan, peringatan, pembiasaan, pemahaman, penerapan, maupun pemecahan masalah.
Proses belajar mengajar membutuhkan studi yang sistematik dan mendalam. Studi yang demikian merupakan bidang pengkajian dari psikologi belajar.
Jadi, ada dua bidang psikologi yang mendasari pengembangan kurikulum, yaitu: psikologi perkembangan dan psikologi belajar. Keduanya sangat diperlukan, baik dalam merumuskan tujuan, memilih dan menyusun bahan ajar, memilih dan menerapkan metode pembelajaran serta teknik-teknik penilaian.[1]
1.      Psikologi perkembangan
Psikologi perkembangan membahas perkembangan individu sejak masa konsepsi yaitu masa pertemuan spermatozoid degan sel telur sampai dengan dewasa. Psikologi perkembangan merupakan ilmu yang mempelajari tentang perilaku individu berkenaan dengan perkembangannya mulai dari pentahapan, aspek, dan tugas individu tersebut. Yang semuanya dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dan mendasari pengembangan kurikulum.[2]
Pengetahuan tentang perkembangan individu diperoleh melalui studi yang bersifat longitudinal, cross sectional, psikoanalitik, sosiologik, atau studi kasus.
Studi Longitudinal menghimpun informasi tentang perkembangan individu dari saat lahir sampai dengan dewasa.
Studi cross sectional dipelajari dengan cara mencatat ciri-ciri fisik dan mental, pola perkembangan dan kemampuan, serta perilakunya.
Studi psikoanalitik lebih banyak diarahkan mempelajari perkembangan anak pada masa kanak-kanak (balita).
Studi sosiologik adalah mempelajari perkembangan anak dilihat dari tgas-tugasnya dalam bermasyarakat.
Studi kasus ialah mempelajari kasus-asus dalam setiap perkembangan anak. Misalnya mengamati perkembangan kognitif (rasio) anak.
Perkembangan anak adalah perkembangan seluruh aspek kepribadiannya, tetapi perkembngan anak pada setiap aspek tidak selalu sama. Mereka memiliki banyak aspek kejiwaan seperti aspek jasmani, intelektual, sosial, emosional, dan moral. Misalnya: seorang anak mungkin pada aspek jasmani lebih cepat perkembangannya, tetapi lambat pada aspek intelektualnya.
2.      Psikologi Belajar
Psikologi belajar adalah suatu studi tentang bagaimana individu belajar. Belajar dapat diartikan sebagai perubahan tingkah laku baik yang berbentuk kognitif, afektif, maupun psikomotorik, dan terjadi karena proses pengalaman.
Psikologi belajar merupakan ilmu yang mempelajari tentang perilaku individu dalam konteks belajar. Psikologi belajar mengkaji tentang hakekat belajar dan teori-teori belajar, serta berbagai aspek perilaku individu lainnya dalam belajar, yang semuanya dapat dijadikan sebagai dasar pengembangan kurikulum.
Walaupun banyak teori belajar yang menunjukkan perbedaan antara yang satu dan yang lainnya, pada pokoknya terdapat lima kelompok teori belajar utama, yaitu:[3]
a.      Teori Behaviorisme (pelajar sebagai organisme yang merespon terhadap stimulus dari dunia sekitarnya)
b.      Teori Psikologi Daya (belajar adalah disiplin dan menguatkan daya mental dan daya pikir melalui latihan mental yang ketat)
c.       Teori Pengembangan Kognitif (kematangan mental berkembang secara berangsur-angsur pada peserta didik karena interaksinya dengan lingkungan)
d.      Teori Lapangan (mengutamakan peserta didik karena dianggap sentral atau pusat dalam proses pembelajaran)
e.       Teori Kepribadian (dorongan atau kebutuhan yang dialami individu pada tahap perkembangannya)

B.       Faktor Sosiologis yang Mempengaruhi Pengembangan Kurikulum
Setiap kurikulum mencerminkan keinginan, cita-cita, tuntutan dan kebutuhan masyarakat. Sekolah memang didirikan oleh dan untuk masyarakat. Sudah sewajarnya pendidikan harus memperhatikan dan merespon terhadap suara masyarakat.
Peserta didik berasal dari masyarakat, mendapatkan pendidikan baik formal maupun informal dalam lingkungan masyarakat dan diarahkan bagi kehidupan masyarakat pula. Kehidupan masyarakat, dengan segala karakteristik dan kekayaan budayanya menjadi landasan dan sekaligus acuan bagi pendidikan.
Dengan pendidikan, kita tidak mengharapkan muncul manusia-manusia yang menjadi terasing dari lingkungan masyarakatnya, tetapi justru melalui pendidikan diharapkan dapat lebih mengerti dan mampu membangun kehidupan masyakatnya. Oleh karena itu, tujuan, isi, maupun proses pendidikan khususnya kurikulum harus disesuaikan dengan kebutuhan, kondisi, karakteristik, kekayaan dan perkembangan yang ada di masyakarakat.
Setiap lingkungan masyarakat masing-masing memiliki sistem-sosial budaya tersendiri yang mengatur pola kehidupan dan pola hubungan antar anggota masyarakat. Salah satu aspek penting dalam sistem sosial adalah tatanan nilai-nilai yang mengatur cara berkehidupan dan berperilaku para warga masyarakat. Nilai-nilai tersebut dapat bersumber dari agama, budaya, politik atau segi-segi kehidupan lainnya.
Dengan demikian, kurikulum yang dikembangkan sudah seharusnya mempertimbangkan, merespons dan berlandaskan pada perkembangan sosial dalam suatu masyarakat, baik dalam konteks lokal, nasional maupun global.[4]
Faktor yang melandasi kurikulum mengalami diskriminasi hingga mempengaruhi pengembangannya antara lain:
1.      Potensi daerah yang masih rendah sehingga tidak diberikan ruang lebih untuk diaktualisasikan dan dipublikasikan.
2.      Masyarakat yang masih kaku sehingga tidak diperhatikan.[5]

C.      Faktor Politis yang Mempengaruhi Pengembangan Kurikulum
Wiles Bondi (dalam Sudrajat, 2008) dalam bukunya `Curriculum Development: A Guide to Practice’ turut menjelaskan pengaruh politik dalam pembentukan dan pengembangan kurikulum.
Hal ini jelas menunjukkkan bahwa pengembangan kurikulum dipengaruhi oleh proses politik, kerana setiap kali pimpinan sebuah negara itu bertukar, maka setiap kali itulah kurikulum pendidikan berubah.
Faktor politik lain yaitu pada awal tahun 1947, kurikulumnya diberi nama Rentjana Pelajaran 1947. Pada saat itu, kurikulum pendidikan di Indonesia masih dipengaruhi sistem pendidikan kolonial Belanda dan Jepang, sehingga hanya meneruskan yang pernah digunakan sebelumnya.[6]

D.      Faktor kultural yang Mempengaruhi Pengembangan Kurikulum
Kebudayaan merupakan keseluruhan totalitas cara manusia hidup   dan mengembangkan pola kehidupannya sehingga ia tidak saja menjadi   landasan di mana kurikulum dikembangkan tetapi juga menjadi target hasil pengembangan kurikulum.
Keragaman budaya dan kemampuan ekonomi  adalah suatu realita masyarakat dan bangsa Indonesia. Realita tersebut   memang berposisi sebagai objek periferal (tambahan) dalam proses pengembangan kurikulum nasional. Padahal   keragaman itu berpengaruh langsung terhadap kemampuan guru dalam melaksanakan kurikulum, kemampuan sekolah dalam menyediakan pengalaman  belajar, dan kemampuan siswa dalam berproses serta  mengolah informasi menjadi sesuatu yang dapat diterjemahkan sebagai   hasil belajar.
Artinya, keragaman itu menjadi sesuatu yang memiliki kontribusi yang sangat signifikan terhadap keberhasilan   kurikulum baik sebagai proses (curriculum as observed, curriculum as   experienced, curriculum as implemented, curriculum as reality) tetapi   juga kurikulum sebagai hasil.
Secara nyata pengaruh budaya tersebut berada pada diri guru yang   bertanggung jawab terhadap pengembangan kurikulum dan pada siswa yang   menjalani kurikulum. Oleh karena itu,   keragaman budaya harus menjadi   faktor yang diperhitungkan dan dipertimbangkan dalam penentuan teori, visi, pengembangan dokumen, sosialisasi kurikulum, dan pelaksanaan kurikulum.
Masyarakat sebagai sumber belajar harus dapat dimanfaatkan sebagai   sumber konten kurikulum. Oleh karena itu, nilai, moral, kebiasaan,   dan adat/tradisi harus dapat diakomodasi   sebagai konten kurikulum. Konten kurikulum haruslah tidak bersifat   formal semata tetapi society dan open to problems   yang hidup dalam masyarakat. Selanjutnya, konten kurikulum   harus dapat menunjang tujuan kurikulum dalam mengembangkan kualitas   kemanusiaan peserta didik.
B. Cara Menyikapai Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengembangan Kurikulum
Seperti diuraikan di atas, selain adanya faktor-faktor, sistem pendidikan di indonesia juga mengalami masalah-masalah cabang, Untuk mengatasi masalah tersebut, secara garis besar ada dua solusi yaitu:
1.      Solusi Sistemik
yakni solusi dengan mengubah sistem-sistem sosial yang berkaitan dengan sistem pendidikan. Seperti diketahui sistem pendidikan sangat berkaitan dengan sistem ekonomi yang diterapkan. Sistem pendidikan di indonesia sekarang ini diterapkan dalam konteks sistem ekonomi kapitalisme (mazhab neoliberalisme), yang berprinsip antara lain meminimalkan peran dan tanggung jawab negara dalam urusan publik, termasuk pendanaan pendidikan.
Maka, solusinya disangkutkan perihal pembiayaan seperti rendahnya sarana fisik, kesejahteraan gutu, dan mahalnya biaya pendidikan berarti menuntut juga perubahan sistem ekonomi yang ada. Akan sangat kurang efektif kita menerapkan sistem pendidikan islam dalam atmosfer sistem ekonomi kapitalis yang kejam. Maka sistem kapitalisme saat ini wajib dihentikan dan diganti dengan sistem ekonomi islam yang menggariskan bahwa pemerintah-lah yang akan menanggung segala pembiayaan pendidikan negara.
2.      Solusi Teknis
yakni solusi yang menyangkut hal-hal teknis yang berkaitan langsung dengan pendidikan. Solusi ini misalnya untuk menyelesaikan masalah kualitas guru dan prestasi siswa. Maka, solusi untuk masalah-masalah teknis dikembalikan kepada upaya-upaya praktis untuk meningkatkan kualitas sistem pendidikan.[7]
Rendahnya kualitas guru, misalnya, di samping diberi solusi peningkatan kesejahteraan, juga diberi solusi dengan membiayai guru melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi, dan memberikan berbagai pelatihan untuk meningkatkan kualitas guru.
Rendahnya prestasi siswa, misalnya, diberi solusi dengan meningkatkan kualitas dan kuantitas materi pelajaran, meningkatkan alat-alat peraga dan sarana-sarana pendidikan, dan sebagainya. Upaya perbaikan secara tambal sulam dan parsial, semisal perbaikan kurikulum, kualitas pengajar, sarana-prasarana dan sebagainya tidak akan dapat berjalan dengan optimal sepanjang permasalahan mendasarnya belum diperbaiki.

















BAB III
PENUTUP
A.      Simpulan
Faktor-Faktor yang mempengaruhi pengembangan kurikulum antara lain:
1.      Faktor Psikologis (Psikologi Perkembangan dan Psikologi Belajar)
2.      Faktor Sosiologis (permasalahan sosial seperti dalam keluarga, masyarakat, dan sekolah)
3.      Faktor Politis (pergantian jabatan menteri)
4.      Faktor Kultural (kebudayaan yang tidak lagi dilestarikan)
Cara menyikapai faktor-faktor yang mempengaruhi pengembangan Kurikulum:
1.      Solusi Sistemik yakni solusi dengan mengubah sistem-sistem sosial yang berkaitan dengan sistem pendidikan.
2.      Solusi Teknis yakni solusi yang menyangkut hal-hal teknis yang berkaitan langsung dengan pendidikan.

B.       Saran
Demikianlah makalah yang telah kami susun. kami sadar dan tahu bahwa makalah kami masih sangat jauh dari kesempurnaan. Oleh sebab itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk memperbaiki makalah ini. semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua. Amin.









DAFTAR PUSTAKA

Faturrahman, dkk. 2012. Pengantar Pendidikan. Jakarta: PT. Prestasi Pustakaraya
Muchit, M. Saekan. 2001. Pengembangan kurikulum PAI.
Nasution, S. 1989. Kurikulum dan Pengajaran. Jakarta: PT. Bumi Aksara
Sukmadinata, Nana Syaodih. 1997. Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek.
Bandung: PT. Remaja Rosdakarya
Yamin, Moh. 2009. Manajemen Mutu Kurikulum Pendidikan. Jogjakarta: DIVA
Press
http://muc-chamim.blogspot.com/p/faktor-faktor-yang-mempengaruhi.html diakses pada tgl 16 Oktober 2014 pukul 13:04 WIB




[1] Nana Syaodih Sukmadinata, Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1997), hlm. 45-46
[3] , S Nasution, Kurikulum dan Pengajaran, (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 1989), hlm.26-34
[5] Moh Yamin, Manajemen Mutu Kurikulum Pendidikan, (Jogjakarta: DIVA  Press, 2009), hlm. 119

2 komentar: