SHOLAT
DAN PUASANYA ORANG DI DAERAH TAK NORMAL
Disusun guna memenuhi tugas UAS
Mata kuliah : Fiqih
Dosen pengampu : Hamdani Lc, MA
Disusun
Oleh :
MUHAMMAD
YUSUF : 1310110127
SEKOLAH
TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI KUDUS
TARBIYAH / PAI
2014
BAB 1
PENDAHULUAN
A.
Latar belakang
Menurut bahasa shalat artinya adalah berdoa,
sedangkan menurut istilah shalat adalah suatu perbuatan serta perkataan yang
dimulai dengan takbir dan diakhiri dengan salam sesuai dengan persyaratkan yang
ada.
Puasa secara bahasa adalah menahan diri dari sesuatu. Sedangkan secara
terminologi, adalah menahan diri pada siang hari dari berbuka dengan disertai
niat berpuasa bagi orang yang telah diwajibkan sejak terbit fajar hingga
terbenam matahari.
Ibadah shalat merupakan ibadah yang tidak dapat
ditinggalkan walau dalam keadaan apapun. Hal ini berbeda dengan ibadah-ibadah
yang lain seperti puasa, zakat dan haji. Jika seseorang sedang sakit pada bulan
ramadhan dan tidak mampu untuk berpuasa, maka ia boleh tidak berpuasa dan harus
menggantinya pada hari lain. Orang yang tidak mampu membayar zakat ia tidak
wajib membayar zakat. Demikian pula halnya dengan ibadah haji, bila seseorang
tidak mampu maka tidak ada kewjiban baginya.
Shalat
adalah ibadah yang wajib dilaksanakan bagi setiap muslim selama masih memiliki
akal dan ingatannya masih normal. Kewajiban tersebut harus tetap dilakukan tepat pada waktunya. Meskipun di tempat yang tak normal sekalipun ,baik
situasi maupun kondisinya seperti di daerah kutub dan diluar angkasa bagi
astronot, Halangan untuk tidak mengerjakan shalat hanya ada tiga macam, yaitu
hilang akal seperti gila atau tidak sadar, karena tidur dan lupa (namun
demikian ada kewajiban mengqadha di waktu lain).
Betapa pentingnya ibadah shalat ini, Rasulullah
pernah bersabda :
“Urusan yang memisahkan antara kita
(orang-orang Islam) dengan mereka (orang-orang kafir) adalah shalat. Oleh sebab
itu siapa yang meninggalkan shalat, sungguh ia telah menjadi kafir.” (HR. Ahmad
dan Abu Dawud).
Dalam Islam, shalat memiliki kedudukan yang tidak bisa ditandingi
oleh ibadah lainnya. Sebab, ia merupakan tiang agama, tidak akan tegak agama
ini kecuali dengannya. Rasulullah SAW telah bersabda:
الَصَلَاةُ عِمَادُ الدِّيْنِ, فَمَنْ اَقَامَهَا فَقَدْ اَقَامَ الدِّيْنَ وَمَنْهَدَمَهَا فَقَدْ هَدَمَ الدِّيْنَ
“Sholat itu adalah tiang agama (Islam), maka barangsiapa
mendirikannya maka sungguh ia telah mendirikan agama (Islam) itu dan
barangsiapa merobohkannya maka sungguh ia telah merobohkan agama (Islam) itu.”
B.
Rumusan masalah
Bagaimana solat dan puasanya orang di daerah tak normal (situasi
& kondisi) ?
C.
Tujuan
Mengetahui cara solat dan puasanya orang di daerah tak normal
(situasi & kondisi)
BAB II
PEMBAHASAN
Puasa dan Solatnya
orang di daerah tak normal
Shalat
adalah ibadah yang wajib dilaksanakan bagi setiap muslim selama masih memiliki
akal dan ingatannya masih normal. Kewajiban tersebut harus tetap dilakukan tepat pada waktunya. Meskipun di tempat yang tak normal sekalipun ,baik
situasi maupun kondisinya seperti di daerah kutub dan diluar angkasa bagi
astronot, Karena Islam tdk hanya utk penduduk yg ada di sekitar kathulistiwa
dgn musim yg hampir sama sepanjang tahun, tapi Islam utk semua umat di dunia
ini.
Halangan untuk tidak mengerjakan shalat hanya ada tiga
macam, yaitu hilang akal seperti gila atau tidak sadar, karena tidur dan lupa
(namun demikian ada kewajiban mengqadha di waktu lain).
Buat orang yg tinggal di kutub utara atau selatan, secara geografis
mereka akan mengalami beberapa ‘keajaiban’ alam, seperti ada terang terus sepanjang musim
panas & gelap terus sepanjang musim dingin,.
Terutama terkait dgn waktu terbit & terbenam matahari. Padahal, waktu-waktu
shalat dan puasa
sangat ditentukan dgn terbit & terbenamnya matahari.
A.
Kemungkinan
Pertama
Ada wilayah yg pd bulan-bulan tertentu mengalami siang selama 24
jam dalam sehari. Dan sebaliknya, pd bulan-bulan tertentu akan mengalami
sebaliknya, yaitu mengalami malam selama 24 jam dalam sehari.
Dalam kondisi ini, masalah jadwal puasa
-dan juga shalat- disesuaikan dgn jadwal puasa & shalat wilayah yg terdekat
dengannya dimana masih ada pergantian siang & malam setiap harinya.
B.
Kemungkinan
Kedua
Ada wilayah yg pd bulan teretntu tdk mengalami hilangnya mega merah
(syafaqul ahmar) sampai datangnya waktu shubuh. Sehingga tdk bisa dibedakan
antara mega merah saat maghrib dgn mega merah saat shubuh.
Dalam kondisi ini, maka yg dilakukan adl menyesuaikan waktu
shalat `isya`nya saja dgn waktu di wilayah
lain yg terdekat yg masih mengalami hilannya mega merah maghrib. Begitu juga
waktu utk imsak puasa (mulai start puasa), disesuaikan dgn wilayah yg terdekat yg
masih mengalami hilangnya mega merah maghrib & masih bisa membedakan antara
2 mega itu.
C.
Kemungkinan
Ketiga
Ada wilayah yg masih mengalami pergantian malam & siang dalam
satu hari, meski panjangnya siang sangat singkat sekali atau sebaliknya.
Dalam kondisi ini, maka waktu puasa & juga shalat tetap sesuai
dgn aturan baku dalam syariat Islam. Puasa tetap dimulai sejak masuk waktu
shubuh meski baru jam 02.00 dinihari. Dan waktu berbuka tetap pd saat matahari
tenggelam meski waktu sudah menunjukkan pukul 22.00 malam.
Allah Ta’ala berfirman, yang artinya:
“Dihalalkan bagi
kamu pada malam hari bulan puasa bercampur dengan isteri-isteri kamu; mereka
adalah pakaian bagimu, dan kamupun adalah pakaian bagi mereka. Allah mengetahui
bahwasanya kamu tidak dapat menahan nafsumu, karena itu Allah mengampuni kamu
dan memberi ma'af kepadamu. Maka sekarang campurilah mereka dan ikutilah apa
yang telah ditetapkan Allah untukmu, dan Makan minumlah hingga terang bagimu
benang putih dari benang hitam, Yaitu fajar. kemudian sempurnakanlah puasa itu
sampai (datang) malam, (tetapi) janganlah kamu campuri mereka itu, sedang kamu
beri'tikaf dalam mesjid”.(QS.AL-Baqoroh :187)
Sedangkan bila berdasarkan pengalaman
berpuasa selama lebih dari 19 jam itu menimbulkan madharat, kelemahan &
membawa kpd penyakit dimana hal itu dikuatkan juga dgn keterangan dokter yg
amanah, maka dibolehkan untuk tidak puasa. Namun dengan kewajiban menggantinya
di hari lain.
Dalam hal ini berlaku hukum orang yg tak
mampu atau orang yg sakit, dimana Allah memberikan rukhshah atau keringan kpd
mereka.
Allah Ta’ala berfirman, yang artinya:
“(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah)
bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Quran sebagai
petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan
pembeda (antara yang hak dan yang bathil). karena itu, Barangsiapa di antara kamu
hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, Maka hendaklah ia berpuasa
pada bulan itu, dan Barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka),
Maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada
hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki
kesukaran bagimu. dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu
mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu
bersyukur”. (QS.Al-Baqoroh : 185)
Penjelasan seperti ini bisa kita dpt dari
fatwa Majelis Majma` Al-Fiqh Al-Islami pd jalsah ketiga hari Kamis 10 Rabiul
Akhir 1402 H betepatan dgn tanggal 4 Pebruari 1982 M.
Selain itu kita juga bisa merujuk kpd
ketetapan dari Hai`atu Kibaril Ulama di Makkah al-Mukarramah Saudi Arabia nomor
61 pd tanggal 12 Rabiul Akhir 1398 H.
Namun ada juga pendapat yg tdk setuju dgn apa
yg telah ditetapkan oleh 2 lembaga fiqih dunia itu. Di antaranya apa yg
dikemukakan oleh Syeikh Dr. Mushthafa Az-Zarqa’ rahimahullah.
Alasannya, apabila perbedaan siang & malam itu sangat mencolok
dimana malam hanya terjadi sekitar 30 menit atau sebaliknya, dimana siang hanya
terjadi hanya 15 menit misalnya, mungkinkah pendapat itu relevan?
Terbayangkah seseorang melakukan puasa di musim panas dari terbit
fajar hingga terbenam matahari selama 23 jam 45 menit. Atau sebaliknya di musim
dingin, dia berpuasa hanya selama 15 menit?
Bagi kita yang tinggal di indonesia, puasa kita jalani selama 13-14
jam. Akan tetapi ada negara yang siangnya 21 jam, misalnya negara-negara
di Eropa bahkan ada juga yang siangnya 6 bulan yaitu di daerah kutub.
Bagaiamana menjalankan puasa di daerah seperti ini?
1.
Puasa
di daerah yang siangnya 21 jam
Mereka tetap berpuasa selama 21 jam yaitu semenjak terbit fajar
sampai terbenamnya matahari sebagaimana dalil dari Al-Quran dan hadits bahwa
puasa itu mulai sejak terbit fajar sampai terbenam matahari.
Allah Ta’ala berfirman,
...وَكُلُواْ وَاشْرَبُواْ حَتَّى يَتَبَيَّنَ لَكُمُ الْخَيْطُ
الأَبْيَضُ مِنَ الْخَيْطِ الأَسْوَدِ مِنَ الْفَجْر .....
“dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang
hitam, yaitu fajar.” (Al-Baqarah: 187)
Dan Sabda Rasulullah shallallahu ‘alahi wa sallam,
إذا
أقبل الليل من ههنا، وأدبر النهار من ههنا، وغربت الشمس فقد أفطر الصائم
“Jika tela datang malam dari sini kemudian siang telah berlalu dan
matahari sudah tenggelam, maka (ini waktu) orang berpuasa berbuka.”
Apakah berat puasa 21 jam? insyaAllah tidak, masyarakat di Eropa
dan begitu juga orang indonesia yang sedang belajar atau sedang safar ke sana
tidak merasakan beratnya puasa. Dengan fokus ke aktifitas sehari-hari
insyaAllah tidak akan memberatkan.
Allah Ta’ala berfirman,
لاَ
يُكَلِّفُ اللّهُ نَفْسًا إِلاَّ وُسْعَهَا
“Allah
tidak membebani satu jiwa kecuali sesuai kemampuannya.” (Al-Baqarah: 286).
Allah Ta’ala juga berfirman,
وَمَا
جَعَلَ عَلَيْكُمْ فِي الدِّينِ مِنْ حَرَجٍ
“Dia telah memilih kamu dan Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk
kamu dalam agama suatu kesempitan.” (Al-Hajj :78)
Syaikh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah berkata,
من
عندهم ليل ونهار في ظرف أربع وعشرين ساعة فإنهم يصومون نهاره سواء كان قصيرا أو
طويلا ويكفيهم ذلك والحمد لله ولو كان النهار قصيرا.
“barangsiapa yang di tempat mereka jarak siang dan malam sepanjang
21 jam maka mereka berpuasa sepanjang siang. Baik pendek maupun panjang.
Hal ini mencukupi mereka (mereka mampu). Alhamdulillah jika waktu siangnya
pendek.”[[1]]
Syaikh Muhammad bin Shalih AL-‘Utsaimin rahimahullah menjelaskan
hal ini,
فهذه
النصوص من الكتاب والسنة تدل على أنه مادام هناك ليل ونهار فالواجب الإمساك في
النهار طال أم قصر،
“Inilah dalil dari AL-Quran dan Sunnah yang menunjukkan bahwa
selama masih ada perputaran siang dan malam maka wajib menahan diri (dari
pembatal puasa) pada siang hari baik panjang maupun pendek. “ [[2]]
2.
Jika
siang sepanjang 6 bulan
Pada daerah kutub bisa jadi siang terus atau malam terus. Maka cara
berpuasanya adalah dengan memperkirakan waktu siang dan malam, dan
memperkirakan waktu-waktu shalat.
Terdapat hadits ketika Dajjal turun dekat hari kiamat. Bahwa nantinya
satu hari seperti setahun, satu hari lagi bisa seperti sebulan. Maka cara
shalat di waktu itu adalah dengan memperkirakannya.
Para Sahabat radhiallahu ‘anhum bertanya mengenai hal ini,
يَا
رَسُولَ اللَّهِ وَمَا لَبْثُهُ فِى الأَرْضِ قَالَ « أَرْبَعُونَ يَوْمًا يَوْمٌ
كَسَنَةٍ وَيَوْمٌ كَشَهْرٍ وَيَوْمٌ كَجُمُعَةٍ وَسَائِرُ أَيَّامِهِ
كَأَيَّامِكُمْ ». قُلْنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ فَذَلِكَ الْيَوْمُ الَّذِى
كَسَنَةٍ أَتَكْفِينَا فِيهِ صَلاَةُ يَوْمٍ قَالَ « لاَ اقْدُرُوا لَهُ قَدْرَهُ
“Wahai Rasulullah, berapa lama Dajjal berada di muka bumi?” Beliau
bersabda, “Selama empat puluh hari, di mana satu harinya seperti setahun, satu
harinya lagi seperti sebulan, satu harinya lagi seperti satu Jum’at (satu
minggu), satu hari lagi seperti hari-hari yang kalian rasakan.” Mereka
pun bertanya kembali pada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
“Wahai Rasulullah, jika satu hari bisa sama seperti setahun, apakah kami cukup
shalat satu hari saja?” beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab. “Tidak.
Namun kalian harus memperkirakan (waktunya)”,[[3]]
Syaikh Muhammad bin Shalih AL-‘Utsaimin rahimahullah berkata,
ما
لو كان في مكان لا يتعاقب فيه الليل والنهار في خلال أربع وعشرين ساعة، مثل أن
يكون نهاره يومين، أو ثلاثة، أو أكثر، وليله كذلك فهنا يقدر له قدره
“Adapun pada tempat yang tidak ada pergantian siang dan malam
selama 24 jam. Misalnya siangnya sepanjang dua, tiga hari atau lebih. Demikian
juga malamnya. Maka pada kondisi ini diperkirakan waktunya”[[4]]
Syaikh Hamisy al-Bajuri berkata:
“Adapun Negara yang tidak terdapat mega yang terbenam,
maka waktu isya’ untuk penduduk Negara tersebut adalah berlalunya waktu
terbenam mega pada negara paling dekat setelah terbenam matahari.”[[5]]
Karena itu pendapat yg lain mengatakan bahwa di wilayah yg mengalami
pergantian siang malam yg ekstrim seperti ini, maka pendapat lain mengatakan:
a.
Mengikuti Waktu Hijaz Jadwal puasa & shalatnya mengikuti jadwal
yg ada di hijaz (Makkah, Madinah & sekitarnya). Karena wilayah ini dianggap tempat terbit & muncul Islam sejak
pertama kali. Lalu diambil waktu siang yg paling lama di wilayah itu utk
dijadikan patokan mereka yg ada di qutub utara & selatan.
b.
Mengikuti Waktu Negara Islam terdekat Pendapat lain mengatakan bahwa jadwal puasa
& shalat orang-orang di kutub mengikuti waktu di wilayah negara Islam yg
terdekat. dimana di negeri ini bertahta Sultan/ Khalifah muslim.
Namun kedua pendapat di atas masing-masing memiliki kelebihan &
kelemahan. Karena keduanya adalah hasil ijtihad para ulama.
Sedang bagi mereka yang sedang berada diluar angkasa seperti para astronot muslim apabila akan
melaksanakan solat atau berpuasa itu bagaimana?
Menurut hasil bahstu masa’il para ulama NU di jawa timur th 2010,
apabila bisa mengetahui waktu setempat, maka harus menggunakan waktu tersebut,
jika maka harus dilakukan ijtihad. Dan apabila tidak bisa juga maka berpedoman
pada waktu di bumi.[[6]]
Wallahu a’lam bishshawab,
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Shalat-shalat wajib, bagaimana pun kondisinya, tidak akan pernah gugur
dari setiap mukallaf. Setiap Muslim yang telah mencapai usia baligh (usia
taklif) maka wajib baginya untuk mengerjakan shalat bagaimana pun kondisinya.
Bagi orang-orang yang tinggal di tempat yang pergantian siang
malamnya sangat exstrim maka para ulama’ berpendapat:
1.
Mengikuti Waktu Hijaz Jadwal puasa & shalatnya mengikuti jadwal
yg ada di hijaz (Makkah, Madinah & sekitarnya). Karena wilayah ini dianggap tempat terbit & muncul Islam sejak
pertama kali. Lalu diambil waktu siang yg paling lama di wilayah itu utk
dijadikan patokan mereka yg ada di qutub utara & selatan.
2.
Mengikuti Waktu Negara Islam terdekat Pendapat lain mengatakan bahwa jadwal puasa
& shalat orang-orang di kutub mengikuti waktu di wilayah negara Islam yg
terdekat. dimana di negeri ini bertahta Sultan/ Khalifah muslim.
Namun kedua pendapat di atas masing-masing memiliki kelebihan &
kelemahan. Karena keduanya adalah hasil ijtihad para ulama.
B.
KRITIK DAN
SARAN
Demikianlah makalah yang telah saya susun. Saya sadar dan tahu
bahwa makalah saya masih sangat jauh dari kesempurnaan. Oleh sebab itu saya
sangat mengharapkan sumbangan kritik dan saran yang membangun untuk memperbaiki
makalah ini. semoga makalah ini bermanfaat bagi kita
semua. Amin.
wassalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul ghoni, Miftahul akhyar. 2010. NU menjawab problematika ummat. Jawa timur:
pengurus wilayah NU Jatim.
Majmu’ fatawa bin Baz, sumber: http://www.binbaz.org.sa/mat/535
Majmu’ Fatawa wa rasail 19/314, syamilah
HR. Muslim no. 2837
Majmu’ Fatawa wa rasail 19/314, syamilah
Fathul Qarib Al-Mujib juz I, hlm.127
Tidak ada komentar:
Posting Komentar