MAKALAH
FITRAH MANUSIA
Makalah Ini Diajukan Guna Memenuhi
Salah SatuTugas
Mata Kuliah
Psikologi islam
DosenPengampu :Muzdalifah,S.Psi., M.si.
Disusun Oleh:
Lusi Nur Nafiah (1310110144)
Nur Lathifah (1310110122)
Dimas Abdul Rauf (1310110145)
Adib (1310110142)
SEKOLAH TINGGI
AGAMA ISLAM NEGERI KUDUS
TARBIYAH (PAI)
2014
BAB 1
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Manusia
diciptakan oleh Allah SWT dalam struktur yang paling baik di antara makhluk
Allah yang lain. Struktur manusia terdiri dari unsur jasmaniah dan rohaniah,
atau unsur fisiologis dan unsur psikologis.
Dalam
struktur jasmaniah dan rohaniah itu, Allah memberikan seperangkat kemampuan
dasar yang memiliki kecenderungan berkembang, dalam psikologi disebut
potensialitas atau disposisi.
Dalam
pandangan Islam kemampuan dasar/pembawaan itu disebut dengan “FITRAH” yang
dalam pengertian etimologis mengandung arti “ kejadian “, oleh karena itu
fitrah berasal dari kata fatoro yang berarti “menjadikan”
Jika kita
tinjau perkembangan hidup manusia dan perkembangan caranya berfikir, maka
nyatalah sudah bahwa pokok asli pendapat ialah tentang adanya Yang Maha Kuasa
dan Ghaib.
Inilah
perasaan yang semurni-murninya dalam jiwa manusia.
Kalau
terjadi manusia itu membantah adanya Yang Ada, bukanlah itu permulaan.
Pendeknya kalau dia membantah, dia adalah membantah jiwa murninya sendiri, lidahnya tidak mau mengatakan apa yang sebenarnya terasa di hatinya.
Pendeknya kalau dia membantah, dia adalah membantah jiwa murninya sendiri, lidahnya tidak mau mengatakan apa yang sebenarnya terasa di hatinya.
Sebab itu
maka perasaan akan adanya Yang Maha Kuasa adalah fitrah manusia.
B. Rumusan Masalah
1. Apa Pengertian fitrah ?
2. Bagaimana Fitrah Manusia menjadi implikasi psikologi?
3. Hakikat fitrah manusia menurut psikologi islam?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
PENGERTIAN ATAU
MAKNA FITRAH
Dalam literatur
islam istilah fitrah memiliki makna yang beragam hal itu di sebutkan oleh pemilihan sudut
makna.fitrah dapat dimaknai secara etimologi (basic Meaning), terminologi,
bahkan makna nasabi (relational meaning). Masing-masing makna tersebut memiliki
implikasi psikologi
a)
Makna etimologi
Fitrah berarti”terbukanya sesuatu dan melahirkanya”, seperti orang
yang berbuka puasa[1].dari
makna dasar tersebut berkembang menjadi dua makna pokok ; pertama, fitrah
berarti al-insyiqaq atau al-syaqq yang berarti al-inkisar(pecah atau belah.
Kedua, fitrah berarti al-khilqab, al –ijad, atau al-ibda’(penciptaan).[2]
b)
Makna nasabi
Makna nasabi diambil dari pemahaman beberapa ayat dan hadis nabi
dimana kata fitrah itu berada.karena masing-masing ayat dan hadist memiliki
konteks yang berbeda-beda maka pemaknaan fitrah juga mengalami keragaman.
Pertama: fitrah berarti suci (al-thuhr).
Menurut al –awzaiy, fitrah memiliki makna kesucian (at-thuhr)[3].
Pemaknaan ini di dukung oleh hadist nabi:
ينصرانه
اويمجسانه اويشركانه (رواه البخارى ومسلم عن ابى هريرة )
Setiap anak
tidak dilahirkan kecuali dalam kondisi fitrah (suci). Maka kedua orang tuanya
yang menyadikanya yahudi, nasrani,majusi, atau musyrik".(HR. Bukhori dan muslim dari abu Hurairah)
Maksud suci disini bukan berarti
kosong atau netral(tidak memiliki kecenderungan baik buruk) sebagaimana yang di
teorikan oleh john locke atau psiko-behavioristik, melainkan kesucian psikis
yang terbebas dari dosa warisan dan penyakit rohaniah.
Kedua:
fitrah berarti potensi ber-islam(al-din al_islamiy).pemaknaan semacam ini di
kemukakan oleh abu hurairah bahwa fitrah berarti beragama islam.[4]
Pemaknaan tersebut menunjukan bahwa tujuan penciptaan manusia adalah penyerahan
kepada yang mutlak(ber islam). tanpa berislam berarti kehidupanya telah
berpaling dari fitrah asalnya.
Ketiga:
fitrah berarti kondisi selamat (as-salamah) dan kontiunitas(al-istiqomah).
Pemakaan ini dikemukakan oleh abu umar ibnu abd al-bar.[5]
Hadist qudsi dinyatakan: sesungguhnya aku(allah) menciptakan hamba-hamba ku
dalam keadaan hanif(continue) dan selamat. Maka setanlah yang menarik pada
keburukan.(HR. ahmad ibnu hambal dari iyadh ibn humair).
Keempat:
fitrah berarti sifat-sifat Allah SWT. Yang di tiupkan pada setiap manusia
sebelum di lahirkan[6].
Bentuk-bentuknya adalah asmaul husna yang dalam al quran berjumlah 99 nama-nama
yang indah (QS.al-hijr ayat 29).
Tugas manusia adalah
mengaktualisasikan fitrah asmaul husna itu sebaik-baiknya dengan cara
transinternalisasi sifat-sifat itu ke dalam kepribadianya. Apabila allah SWT
memiliki sifat AR-RAHMAN dan AR-RAHIM maka manusia harus
mentransinternalisasikan sifat kasih sayang itu kedalam dirinya sebatas
kemampuanya, sehingga ia berkepribadian robani dan ilahi.
c)
Makna terminology
, فَأَقِمْ
وَجْهَكَ لِلدِّينِ حَنِيفًا فِطْرَةَ اللَّهِ الَّتِي فَطَرَ النَّاسَ عَلَيْهَا
لا تَبْدِيلَ لِخَلْقِ اللَّهِ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ وَلَكِنَّ أَكْثَرَ
النَّاسِ لا يَعْلَمُون
Artinya : “Maka hadapkanlah wajahmu kepada agama
dengan selurus.-lurusnya (sesuai dengan kecenderungan asli) itulah fitrah Allah
yang Allah menciptakan manusia diatas fitrah itu tak ada perubahan atas fitrah
ciptaannya. Itulah agama yang lurus namun kebanyakan mereka tidak
mengetahuinya.”
Dari ayat di atas dapat diketahui bahwa fitrah adalah
suatu perangkat yang diberikan oleh Allah yaitu kemampuan dasar yang memiliki
kecenderungan berkarya yang disebut dengan potensialitas dan manusia diciptakan
Allah dalam struktur yang paling tinggi, yaitu memiliki struktur jasmaniah dan
rohaniah yang membedakannya dengan makhluk lain. .
dapat pula diartikan bahwa fitrah manusia adalah kejadian sejak semula atau
bawaan sejak lahir yakni potensi beragama yang luas.[7]
B.
Fitrah Manusia
sebuah implikasi psikologi.
Konsep fitrah sebagaimana yang
tergambar pada uraian di atas menunjukkan fitrah unik manusia, yang mana fitrah
unik menjadi landasan bagi kontruksi psikologi islam. Fitrag dan citra unik
manusia dalam psikologi islam dapat di sederhanakan dalam beberapa poin berikut
ini:
Pertama:
manusia di lahirkan dengan fitrah yang baik, seperti membawa potensi suci,
ber-islam, ber-tauhid, Ikhlas, mampu memikul amanah Allah SWT. Untuk menjadi
Khalifah dan hamba-hambanya di bumi memiliki
potensi daya pilih. Potensi baik tersebut perlu diaktualisasikan dalam
tingkah laku yang nyata. Citra baik tersebut pada mulanya disanksikan oleh
malaikat dan iblis, namun setelah Allah SWT. Meyakinkan maka malaikat percaya
akan kemampuan manusia, sementara iblis dengan kesombongannya tetap
mengingkarinya. Jika terdapat aliran psikologi yang masih menentukan citra
buruk manusia berarti ia mengikuti persepsi iblis[8].
Kesalahan persepsi
blis ternyata tidak berhenti disitu saja. Banyak pakar kotemporer mewarisi
persepsi tersebut. mereka menentukan substansi manusia sama dengan substansi
binatang. Mereka itu misalnya Lamettrie ( 1709-1751) seorang materialisme,
Darwin(1809-1882) seorang evolusionisme, dan Haeckel (1834-1019) seorang
biologisme-animalisme. Persepsi iblis tersebut kemudian di sempurnakan dengan
statement bahwa manusia adalah hewan yang berfikir, berpolitik, bersosial,
berbudaya, berjiwa, berbahasa, menyadari dirinya sendira dan sifat
instrumental, belum menyentuh aspek substansial, karenanya penyempurnaan itu
hampir tiada gunanya.
Ironisnya persepsi
tersebut menjalar kedalam pemikiran pemikir islam. Mereka secara rata
mendefinisikan bahwa manusia itu hewan yang berakal(Al-Insan Hayawan Al-
nathiq) atau hewan yang beragama(Al insan Hayawan Al-mudayyin). Definisi
semacam ini tidak hanya salah, tetapi juga menyalahi konsepsi manusia yang
hakiki. Manusia dipahami sebtas pada subtansi fisiknya, tanpa di kaitkan dengan
subtansi rohaninya. Kedirian dan kesendirian fisik manusia hamper sama
fungsinya dengan fisik hewan, sehingga manusia adalah hewan. Sedangakn berakal
dan beragama merupakan sifat yang baru datang(aradh) yang melekat pada
substansi hewani manusia, sehingga manusia adalah hewan yang berakal atau
beragama.
Persoalan yang
muncul kemudian adalah bagaimana eksistensi kepribadian manusia yang tidak mau
menggunakan akalnya atau kepribadian yang tidak beragama. Apakah ia di samakan
substansinya dengan hewan? Ataukah ia di berlakukan seperti hewan? Dan apakah
ia bisa terbebas dari tanggung jawad social dan agama? Jawabannya tentu tidak.
Kepribadian manusia yang tidak berakal maupun tidak beragama tetap di nyatakan
sebagai kepribadian manusia bukan kepribadian hewan. Oleh kerena itu
kedudukanya sebagai kepribadian manusia maka kepribadian itu mendapatkan
perhitungan kelak di akhirat, bukan di biarkan
begtiu saja seperti kepribadian hewan.
Kedua;
selain jasad, manusia meiliki roh yang berasal dari tuhan. Ruh menjadi esensi
kehidupan manusia. Melalui fitrah ruhani maka
1.
Hakikat manusia
tidak hanya dilihat dari aspek biologis, namun juga dari aspek ruhaniah.boleh
jadi secara biologis manusia lebih buruk dari iblis, karena ia tercipta dari
tanah sedang iblis dari api, tetapi secara ruhaniah manusia lebih baik dari
pada iblis, bahkan lebih baik dari pada malaikat, sebab manusia mampu memikul
amanah allah. Karena itu, hakikat manusi bukan hewan yang beraka, tetapi
manusia adalah makhluk allah yang mulia dan berakal.
2.
Kebutuhan ruh
yang utama adalah agama, karena agama menjadi frame bagi kehidupan manusia yang
beretika, bersosial, berpolitik, dan berestetika. Karena itu motivasi hidup
adalah ibadah kepada allah, sebagai realitasdiriterhadap amanah ALLAH SWT.
3.
Periode
kehidupan manusia bukan hanya diawali dari pra natal sampai kematia, tetapi
jauh sebelum dan sesudahnya masih terdapat alam lagi. Yaitu alam perjnjian(pra
kehidupan dunia), alam dunia, alam akhirat(pasca kehidupan dunia.
Ketiga; melalui fitrah nafsani
dalam psikologi islam maka,
a.
Pusat tingkah
laku adalah kalbu, bukan otak atau jasmani manusia. Seperti yang di tuliskan
dalam hadis bahwa , kalbu merupakan daya nafsani yang paling dekat dengan ruh,
yang mana ruh menjadi esensi manusia, jika manusia dikendalikan oleh peran kalbu maka kehidupanya akan selamat bahagia dunia dan juga akhirat
b.
Manusia dapat
memperoleh pengetahuan tanpa di usahakan, seperti pengetahuan intuitif dalam bentuk
wahyu dan ilham
c.
Tingat
kepribadian manusia tidak hanya sampai humanitas atau sosialitas, tetapi sampai
pada berketuhanan. Tuhan merupakan asal dan tujuan dari segala realitas.
Inna
li allahi wainna ilaihi rajiun (sesungguhnya kita bagi allah dan kepadanya kita
akan kembali.
C. hakikat fitrah manusia menurut psikologi islam
Psikologi islam lebih terwakili oleh para
sufi yang ahli dalam menelisik sisi nonragawi manusia,, para psikologi islam,
seperti almuhasibi,altustatri,abu thalib al maki dan al ghozali memandang bahwa
manusia adalah maluk bermakna yang memiliki potensi fisik dan meta fisi.[9]secara
asli, mahluk yang di mulyakan oleh penciptanya. ia bukan sekedar kumpulan
tulang dan daging yang di bungkus oleh kulid ia adalah kesatuan jiwa dan raga,.jiwa
adalah bagian dalam manusia yang termulia, sedangkan raga adalah sisi hewani
yang digerakkan oleh jiwa tersebut, jiwa yang ada dalam diri manusia bersifat
suci,,jiwa inilah yang dapat menangkap pengetahuan. dan jiwa ini pula yang
dapat memilah dan menepatkan seluruh informasi.
Dalam spikologi islam, manusia bukan
seperti yang digambarkan oleh freud dengan tendesi seksualitasnya. bukan
sekedar superiority complex yang digambarkan oleh adler,, bukan sekedar
struktur kekurangan sebagai mana di gambarkan oleh jung,, manusia lebih dari
semua itu,, ia adalah tiupan dari roh allah dan sekepal dari tanah yang suci
dan juga mencakup naspek rohani, nilai beserta makna spiritualitasnya,,
Manusia menurut psikologi islam sebagai
mana diwakili oleh ibnu sina adalah makhluk yang berdimensi nabati,hewani dan
rohani(rasional). dimensi nabati merupkan keadaan alami manusia yang terkait dengan
naluri perkembangan.dimensi hewani merupakan keadaan alamiahnya yang cenderung
pada tabiat alam kasar.adapun dimensi rohani merupakan keadaan alamiahnya yang
cenderung pada tabiat kesakralan.dimensi rohani inilah yang menjadikan manusia
beragama.
Adapun menurut alghozali psikolog muslim
yang populer, menyebutkan bahwa karakter jiwa manusia tidak bersifat permanen,
sebagaimabna mahluk-makhluk yang lainya, al ghozali mencontohkan burung al
bazzi( Sejenis burung rajawali) yang daapat di ubah karaktern.ada mulanya
burung al bazzi adalah binatang liar.namun, melalui pembiasaan, burung ini
menjadi jinak,, begitu juga, kuda. Semua itu merupakan contoh perubahan
karakter.pandangan al ghozali ini merupakan bantahan ahli jiwa pada zamannya
yang menyatakan bahwa akhlak atau karakter tidak bisa di rubah.
BAB III
PENUTUP
Dapat di simpulkan bahwa pengertian fitrah secara istilah adalah adalah suatu perangkat yang diberikan oleh Allah yaitu
kemampuan dasar yang memiliki kecenderungan berkarya yang disebut dengan
potensialitas dan manusia diciptakan Allah dalam struktur yang paling tinggi,
yaitu memiliki struktur jasmaniah dan rohaniah yang membedakannya dengan
makhluk lain
Fitrah manusia
sebuah implikasi psikologi bahwa pada hakikatnya di lahir kan dengan keadaan
suci ,baik buruknya itu tergantung dirinya yang akan menentukan ketika manusia telah tumbuh dewasa
Hakikat fitah manusia menurut psikologi islam adalah makhluk yang berdimensi nabati,hewani
dan rohani(rasional). dimensi nabati merupkan keadaan alami manusia yang
terkait dengan naluri perkembangan.dimensi hewani merupakan keadaan alamiahnya
yang cenderung pada tabiat alam kasar.adapun dimensi rohani merupakan keadaan
alamiahnya yang cenderung pada tabiat kesakralan.dimensi rohani inilah yang
menjadikan manusia beragama.
DAFTAR PUSTAKA
Mahmud, 2012, Psikologi Pendidikan, bandung, CV pustaka
setia
Mujib, abduh. Yusuf mudzakir, 2002, Psikologi Islam, Jakarta,
PT raja grafindo
Saleh, Abdurrahman dkk, 2004, Psikologi Suatu Pengantar Dalam
Perspektif Islam, kencana
[1] Ibn faris ibn zakariya,abi al
Husain ahmad,mu’jam maqayis al-lughob(cairo:maktabah khanjiy,tt.), juz IV
hal.510
[2] Abdul mujid,yusuf
mudzakir,nuansa-nuansa spikologi islam( Jakarta,PT raja grafindo 2002)hal.78
[3] Al-qurtuby, ibnu’abd allah
Muhammad ibnu ahmad anshari, tafsir al qurthubiy(cairo;Dar-al-sa’ab,tt.), juz
VX 5106
[4] Abdul mujid,yusuf
mudzakir,nuansa-nuansa spikologi islam( Jakarta,PT raja grafindo 2002)hal.80
[5] ibid
[6] Abdul mujid,yusuf
mudzakir,nuansa-nuansa spikologi islam( Jakarta,PT raja grafindo 2002)hal 84
[7]
Abdurahman shaleh, muhbib abdul wahab psikologi suatu pengantar dalam
perspektif islam(cet 1 jakarta, fajar inter pratama offset,2004) hal 51
[8] [8] Ibn
faris ibn zakariya,abi al Husain ahmad,mu’jam maqayis al-lughob(cairo:maktabah
khanjiy,tt.), juz IV hal.85
[9] Mahmud, psikologi
pendidikan,(bandung,pustaka setia cet 2, desember 2012)hal,43
Tidak ada komentar:
Posting Komentar