Jumat, 20 Maret 2015

MAKALAH FITRAH MANUSIA



MAKALAH
FITRAH MANUSIA
Makalah Ini Diajukan Guna Memenuhi
Salah SatuTugas Mata Kuliah
Psikologi islam

DosenPengampu :Muzdalifah,S.Psi., M.si.
logo warna


Disusun Oleh:
Lusi Nur Nafiah          (1310110144)
Nur Lathifah               (1310110122)
Dimas Abdul Rauf      (1310110145)
Adib                            (1310110142)



SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI KUDUS
TARBIYAH (PAI)
2014
BAB 1
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Manusia diciptakan oleh Allah SWT dalam struktur yang paling baik di antara makhluk Allah yang lain. Struktur manusia terdiri dari unsur jasmaniah dan rohaniah, atau unsur fisiologis dan unsur psikologis.
Dalam struktur jasmaniah dan rohaniah itu, Allah memberikan seperangkat kemampuan dasar yang memiliki kecenderungan berkembang, dalam psikologi disebut potensialitas atau disposisi.
Dalam pandangan Islam kemampuan dasar/pembawaan itu disebut dengan “FITRAH” yang dalam pengertian etimologis mengandung arti “ kejadian “, oleh karena itu fitrah berasal dari kata fatoro yang berarti “menjadikan”
Jika kita tinjau perkembangan hidup manusia dan perkembangan caranya berfikir, maka nyatalah sudah bahwa pokok asli pendapat ialah tentang adanya Yang Maha Kuasa dan Ghaib.
Inilah perasaan yang semurni-murninya dalam jiwa manusia.
Kalau terjadi manusia itu membantah adanya Yang Ada, bukanlah itu permulaan.
Pendeknya kalau dia membantah, dia adalah membantah jiwa murninya sendiri, lidahnya tidak mau mengatakan apa yang sebenarnya terasa di hatinya.
Sebab itu maka perasaan akan adanya Yang Maha Kuasa adalah fitrah manusia.
B.     Rumusan Masalah
1.      Apa Pengertian fitrah ?
2.      Bagaimana Fitrah Manusia menjadi implikasi psikologi?
3.      Hakikat fitrah manusia menurut psikologi islam?
BAB II
PEMBAHASAN

A.    PENGERTIAN ATAU MAKNA FITRAH
Dalam literatur islam istilah fitrah memiliki makna yang beragam  hal itu di sebutkan oleh pemilihan sudut makna.fitrah dapat dimaknai secara etimologi (basic Meaning), terminologi, bahkan makna nasabi (relational meaning). Masing-masing makna tersebut memiliki implikasi psikologi
a)      Makna etimologi
Fitrah berarti”terbukanya sesuatu dan melahirkanya”, seperti orang yang berbuka puasa[1].dari makna dasar tersebut berkembang menjadi dua makna pokok ; pertama, fitrah berarti al-insyiqaq atau al-syaqq yang berarti al-inkisar(pecah atau belah. Kedua, fitrah berarti al-khilqab, al –ijad, atau al-ibda’(penciptaan).[2]
b)     Makna nasabi  
Makna nasabi diambil dari pemahaman beberapa ayat dan hadis nabi dimana kata fitrah itu berada.karena masing-masing ayat dan hadist memiliki konteks yang berbeda-beda maka pemaknaan fitrah juga mengalami keragaman.
      Pertama: fitrah berarti suci (al-thuhr). Menurut al –awzaiy, fitrah memiliki makna kesucian (at-thuhr)[3]. Pemaknaan ini di dukung oleh hadist nabi:
ينصرانه اويمجسانه اويشركانه (رواه البخارى ومسلم عن ابى هريرة )
Setiap anak tidak dilahirkan kecuali dalam kondisi fitrah (suci). Maka kedua orang tuanya yang menyadikanya yahudi, nasrani,majusi, atau musyrik".(HR. Bukhori dan muslim dari abu Hurairah)
            Maksud suci disini bukan berarti kosong atau netral(tidak memiliki kecenderungan baik buruk) sebagaimana yang di teorikan oleh john locke atau psiko-behavioristik, melainkan kesucian psikis yang terbebas dari dosa warisan dan penyakit rohaniah.
                        Kedua: fitrah berarti potensi ber-islam(al-din al_islamiy).pemaknaan semacam ini di kemukakan oleh abu hurairah bahwa fitrah berarti beragama islam.[4] Pemaknaan tersebut menunjukan bahwa tujuan penciptaan manusia adalah penyerahan kepada yang mutlak(ber islam). tanpa berislam berarti kehidupanya telah berpaling dari fitrah asalnya.
                        Ketiga: fitrah berarti kondisi selamat (as-salamah) dan kontiunitas(al-istiqomah). Pemakaan ini dikemukakan oleh abu umar ibnu abd al-bar.[5] Hadist qudsi dinyatakan: sesungguhnya aku(allah) menciptakan hamba-hamba ku dalam keadaan hanif(continue) dan selamat. Maka setanlah yang menarik pada keburukan.(HR. ahmad ibnu hambal dari iyadh ibn humair).
                        Keempat: fitrah berarti sifat-sifat Allah SWT. Yang di tiupkan pada setiap manusia sebelum di lahirkan[6]. Bentuk-bentuknya adalah asmaul husna yang dalam al quran berjumlah 99 nama-nama yang indah (QS.al-hijr ayat 29).
Tugas manusia adalah mengaktualisasikan fitrah asmaul husna itu sebaik-baiknya dengan cara transinternalisasi sifat-sifat itu ke dalam kepribadianya. Apabila allah SWT memiliki sifat AR-RAHMAN dan AR-RAHIM maka manusia harus mentransinternalisasikan sifat kasih sayang itu kedalam dirinya sebatas kemampuanya, sehingga ia berkepribadian robani dan ilahi.
c)      Makna terminology

, فَأَقِمْ وَجْهَكَ لِلدِّينِ حَنِيفًا فِطْرَةَ اللَّهِ الَّتِي فَطَرَ النَّاسَ عَلَيْهَا لا تَبْدِيلَ لِخَلْقِ اللَّهِ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لا يَعْلَمُون

Artinya : “Maka hadapkanlah wajahmu kepada agama dengan selurus.-lurusnya (sesuai dengan kecenderungan asli) itulah fitrah Allah yang Allah menciptakan manusia diatas fitrah itu tak ada perubahan atas fitrah ciptaannya. Itulah agama yang lurus namun kebanyakan mereka tidak mengetahuinya.”
Dari ayat di atas dapat diketahui bahwa fitrah adalah suatu perangkat yang diberikan oleh Allah yaitu kemampuan dasar yang memiliki kecenderungan berkarya yang disebut dengan potensialitas dan manusia diciptakan Allah dalam struktur yang paling tinggi, yaitu memiliki struktur jasmaniah dan rohaniah yang membedakannya dengan makhluk lain. . dapat pula diartikan bahwa fitrah manusia adalah kejadian sejak semula atau bawaan sejak lahir yakni potensi beragama yang luas.[7]

B.     Fitrah Manusia sebuah implikasi psikologi.
Konsep fitrah sebagaimana yang tergambar pada uraian di atas menunjukkan fitrah unik manusia, yang mana fitrah unik menjadi landasan bagi kontruksi psikologi islam. Fitrag dan citra unik manusia dalam psikologi islam dapat di sederhanakan dalam beberapa poin berikut ini:
            Pertama: manusia di lahirkan dengan fitrah yang baik, seperti membawa potensi suci, ber-islam, ber-tauhid, Ikhlas, mampu memikul amanah Allah SWT. Untuk menjadi Khalifah dan hamba-hambanya di bumi memiliki  potensi daya pilih. Potensi baik tersebut perlu diaktualisasikan dalam tingkah laku yang nyata. Citra baik tersebut pada mulanya disanksikan oleh malaikat dan iblis, namun setelah Allah SWT. Meyakinkan maka malaikat percaya akan kemampuan manusia, sementara iblis dengan kesombongannya tetap mengingkarinya. Jika terdapat aliran psikologi yang masih menentukan citra buruk manusia berarti ia mengikuti persepsi iblis[8].
            Kesalahan persepsi blis ternyata tidak berhenti disitu saja. Banyak pakar kotemporer mewarisi persepsi tersebut. mereka menentukan substansi manusia sama dengan substansi binatang. Mereka itu misalnya Lamettrie ( 1709-1751) seorang materialisme, Darwin(1809-1882) seorang evolusionisme, dan Haeckel (1834-1019) seorang biologisme-animalisme. Persepsi iblis tersebut kemudian di sempurnakan dengan statement bahwa manusia adalah hewan yang berfikir, berpolitik, bersosial, berbudaya, berjiwa, berbahasa, menyadari dirinya sendira dan sifat instrumental, belum menyentuh aspek substansial, karenanya penyempurnaan itu hampir tiada gunanya.
            Ironisnya persepsi tersebut menjalar kedalam pemikiran pemikir islam. Mereka secara rata mendefinisikan bahwa manusia itu hewan yang berakal(Al-Insan Hayawan Al- nathiq) atau hewan yang beragama(Al insan Hayawan Al-mudayyin). Definisi semacam ini tidak hanya salah, tetapi juga menyalahi konsepsi manusia yang hakiki. Manusia dipahami sebtas pada subtansi fisiknya, tanpa di kaitkan dengan subtansi rohaninya. Kedirian dan kesendirian fisik manusia hamper sama fungsinya dengan fisik hewan, sehingga manusia adalah hewan. Sedangakn berakal dan beragama merupakan sifat yang baru datang(aradh) yang melekat pada substansi hewani manusia, sehingga manusia adalah hewan yang berakal atau beragama.
            Persoalan yang muncul kemudian adalah bagaimana eksistensi kepribadian manusia yang tidak mau menggunakan akalnya atau kepribadian yang tidak beragama. Apakah ia di samakan substansinya dengan hewan? Ataukah ia di berlakukan seperti hewan? Dan apakah ia bisa terbebas dari tanggung jawad social dan agama? Jawabannya tentu tidak. Kepribadian manusia yang tidak berakal maupun tidak beragama tetap di nyatakan sebagai kepribadian manusia bukan kepribadian hewan. Oleh kerena itu kedudukanya sebagai kepribadian manusia maka kepribadian itu mendapatkan perhitungan kelak di akhirat, bukan di biarkan  begtiu saja seperti kepribadian hewan.
            Kedua; selain jasad, manusia meiliki roh yang berasal dari tuhan. Ruh menjadi esensi kehidupan manusia. Melalui fitrah ruhani maka
1.      Hakikat manusia tidak hanya dilihat dari aspek biologis, namun juga dari aspek ruhaniah.boleh jadi secara biologis manusia lebih buruk dari iblis, karena ia tercipta dari tanah sedang iblis dari api, tetapi secara ruhaniah manusia lebih baik dari pada iblis, bahkan lebih baik dari pada malaikat, sebab manusia mampu memikul amanah allah. Karena itu, hakikat manusi bukan hewan yang beraka, tetapi manusia adalah makhluk allah yang mulia dan berakal.
2.      Kebutuhan ruh yang utama adalah agama, karena agama menjadi frame bagi kehidupan manusia yang beretika, bersosial, berpolitik, dan berestetika. Karena itu motivasi hidup adalah ibadah kepada allah, sebagai realitasdiriterhadap amanah ALLAH SWT.
3.      Periode kehidupan manusia bukan hanya diawali dari pra natal sampai kematia, tetapi jauh sebelum dan sesudahnya masih terdapat alam lagi. Yaitu alam perjnjian(pra kehidupan dunia), alam dunia, alam akhirat(pasca kehidupan dunia.

Ketiga;  melalui fitrah nafsani dalam psikologi islam maka,
a.       Pusat tingkah laku adalah kalbu, bukan otak atau jasmani manusia. Seperti yang di tuliskan dalam hadis bahwa , kalbu merupakan daya nafsani yang paling dekat dengan ruh, yang mana ruh menjadi esensi manusia, jika manusia dikendalikan oleh  peran kalbu maka kehidupanya  akan selamat bahagia dunia dan juga akhirat
b.      Manusia dapat memperoleh pengetahuan tanpa di usahakan, seperti pengetahuan intuitif dalam bentuk wahyu dan ilham
c.       Tingat kepribadian manusia tidak hanya sampai humanitas atau sosialitas, tetapi sampai pada berketuhanan. Tuhan merupakan asal dan tujuan dari segala realitas.
Inna li allahi wainna ilaihi rajiun (sesungguhnya kita bagi allah dan kepadanya kita akan kembali. 
           
C.    hakikat fitrah manusia menurut psikologi islam
Psikologi islam lebih terwakili oleh para sufi yang ahli dalam menelisik sisi nonragawi manusia,, para psikologi islam, seperti almuhasibi,altustatri,abu thalib al maki dan al ghozali memandang bahwa manusia adalah maluk bermakna yang memiliki potensi fisik dan meta fisi.[9]secara asli, mahluk yang di mulyakan oleh penciptanya. ia bukan sekedar kumpulan tulang dan daging yang di bungkus oleh kulid ia adalah kesatuan jiwa dan raga,.jiwa adalah bagian dalam manusia yang termulia, sedangkan raga adalah sisi hewani yang digerakkan oleh jiwa tersebut, jiwa yang ada dalam diri manusia bersifat suci,,jiwa inilah yang dapat menangkap pengetahuan. dan jiwa ini pula yang dapat memilah dan menepatkan seluruh informasi.
Dalam spikologi islam, manusia bukan seperti yang digambarkan oleh freud dengan tendesi seksualitasnya. bukan sekedar superiority complex yang digambarkan oleh adler,, bukan sekedar struktur kekurangan sebagai mana di gambarkan oleh jung,, manusia lebih dari semua itu,, ia adalah tiupan dari roh allah dan sekepal dari tanah yang suci dan juga mencakup naspek rohani, nilai beserta makna spiritualitasnya,,
Manusia menurut psikologi islam sebagai mana diwakili oleh ibnu sina adalah makhluk yang berdimensi nabati,hewani dan rohani(rasional). dimensi nabati merupkan keadaan alami manusia yang terkait dengan naluri perkembangan.dimensi hewani merupakan keadaan alamiahnya yang cenderung pada tabiat alam kasar.adapun dimensi rohani merupakan keadaan alamiahnya yang cenderung pada tabiat kesakralan.dimensi rohani inilah yang menjadikan manusia beragama.
Adapun menurut alghozali psikolog muslim yang populer, menyebutkan bahwa karakter jiwa manusia tidak bersifat permanen, sebagaimabna mahluk-makhluk yang lainya, al ghozali mencontohkan burung al bazzi( Sejenis burung rajawali) yang daapat di ubah karaktern.ada mulanya burung al bazzi adalah binatang liar.namun, melalui pembiasaan, burung ini menjadi jinak,, begitu juga, kuda. Semua itu merupakan contoh perubahan karakter.pandangan al ghozali ini merupakan bantahan ahli jiwa pada zamannya yang menyatakan bahwa akhlak atau karakter tidak bisa di rubah.

BAB III
PENUTUP
Dapat di simpulkan bahwa pengertian fitrah secara istilah adalah adalah suatu perangkat yang diberikan oleh Allah yaitu kemampuan dasar yang memiliki kecenderungan berkarya yang disebut dengan potensialitas dan manusia diciptakan Allah dalam struktur yang paling tinggi, yaitu memiliki struktur jasmaniah dan rohaniah yang membedakannya dengan makhluk lain
Fitrah manusia sebuah implikasi psikologi bahwa pada hakikatnya di lahir kan dengan keadaan suci ,baik buruknya itu tergantung dirinya yang akan menentukan  ketika manusia telah tumbuh dewasa
Hakikat fitah   manusia menurut psikologi islam adalah makhluk yang berdimensi nabati,hewani dan rohani(rasional). dimensi nabati merupkan keadaan alami manusia yang terkait dengan naluri perkembangan.dimensi hewani merupakan keadaan alamiahnya yang cenderung pada tabiat alam kasar.adapun dimensi rohani merupakan keadaan alamiahnya yang cenderung pada tabiat kesakralan.dimensi rohani inilah yang menjadikan manusia beragama.

             
                                                                             




DAFTAR PUSTAKA
Mahmud, 2012, Psikologi Pendidikan, bandung, CV pustaka setia
Mujib, abduh. Yusuf mudzakir, 2002, Psikologi Islam, Jakarta, PT raja grafindo
Saleh, Abdurrahman dkk, 2004, Psikologi Suatu Pengantar Dalam Perspektif Islam, kencana



[1] Ibn faris ibn zakariya,abi al Husain ahmad,mu’jam maqayis al-lughob(cairo:maktabah khanjiy,tt.), juz IV hal.510
[2] Abdul mujid,yusuf mudzakir,nuansa-nuansa spikologi islam( Jakarta,PT raja grafindo 2002)hal.78
[3] Al-qurtuby, ibnu’abd allah Muhammad ibnu ahmad anshari, tafsir al qurthubiy(cairo;Dar-al-sa’ab,tt.), juz VX 5106
[4] Abdul mujid,yusuf mudzakir,nuansa-nuansa spikologi islam( Jakarta,PT raja grafindo 2002)hal.80
[5] ibid
[6] Abdul mujid,yusuf mudzakir,nuansa-nuansa spikologi islam( Jakarta,PT raja grafindo 2002)hal 84
[7] Abdurahman shaleh, muhbib abdul wahab psikologi suatu pengantar dalam perspektif islam(cet 1 jakarta, fajar inter pratama offset,2004) hal 51
[8] [8] Ibn faris ibn zakariya,abi al Husain ahmad,mu’jam maqayis al-lughob(cairo:maktabah khanjiy,tt.), juz IV hal.85
[9] Mahmud, psikologi pendidikan,(bandung,pustaka setia cet 2, desember 2012)hal,43

Tidak ada komentar:

Posting Komentar